Fenomena fobia ketika seseorang lupa membawa handphone, kehabisan baterai, atau tak dapat sinyal, makin tumbuh di masyarakat.
Saat ini siapa yang bisa lepas dari gadgetnya? Di stasiun, di dalam
bus, di peron, di mal, tempat makan, bahkan hampir di semua tempat kita
pasti melihat orang dengan gadgetnya. Sampai-sampai kini muncul istilah
“masyarakat merunduk”. Berjalan sambil merunduk melihat gadget mereka,
menunggu sambil merunduk mengutak-atik gadget mereka, dan lain
sebagainya.
Gadget yang saat ini kian merebak di masyarakat mulai
menimbulkan gejala sosial baru. Sebagian orang menganggap gadget sebagai
gaya hidup atau lifestyle, dan sebagian lagi menjadikan gadget sebagai
kebutuhan semata.
Bagi orang yang menganggap lifestyle,
gadget hanya dilihat sebatas untuk mengikuti tren saja, bahkan tidak
tahu fitur-fitur yang ada di dalamnya. Sedangkan mereka yang melihat
secara kebutuhan, gadget benar-benar digunakan untuk mendukung kebutuhan
hidupnya
Memegang gadget kini bukan hanya tren, tapi bagi sebagian masyarakat
kita telah menjadi gaya hidup. Mereka sangat aktif dengan gadget mereka,
ke mana pun dan kapan pun. Sehingga, ada yang menyebut bahwa zaman ini
ada sekelompok masyarakat yang dikenal dengan istilah “generasi
menunduk”; sebuah istilah untuk merujuk pada sekelompok masyarakat yang
terus menundukkan kepalanya pada gadgetnya. Mereka itu tak terpisahkan
dengan gadget bukan hanya karena fungsinya, baik sebagai perangkat
komunikasi, mencari informasi, atau bertransaksi, tapi juga sebagai gaya
hidup elite.
Gadget yang saat ini beredar dan merebak di masyarakat menimbulkan gejala sosial baru di masyarakat kita. Sebagian orang menjadikan Gadget hanya berfungsi sebagai gaya hidup (lifestyle) semata, dan oleh sebagian yang lain gadget dianggap sebagai sebuah kebutuhan.
Pada sebagian kalangan, gadget bisa jadi berfungsi sebagai gaya hidup (lifestyle) ketika pemanfaatan dari fitur di sebuah gadget digunakan oleh kelompok masyarakat yang tidak tahu fungsi dari fitur yang ada di dalamnya.
Sebagai kebutuhan, sekarang jauh beda dengan akhir tahun 90-an.
Gadget yang semakin hari semakin berkembang dengan fitur-fitur
menggiurkan bak fenomena sosial yang tak terelakkan. Siapa sih orang
yang tidak memiliki gadget, minimal handphone saja. Fungsinya pun sudah
semakin bervariasi, dari yang standar untuk telepon dan sms, sampai ke
smartphone yang memang smart karena kita bisa melakukan apa saja dengan
handphone tersebut.
Data Lembaga Survey Nasional menunjukkan, dibanding negara Asia lain,
masyarakat Indonesia ternyata cukup boros untuk belanja perangkat
teknologi. Setahun, berdasar hasil survey, pengeluaran Indonesia untuk
belanja teknologi mencapai 62 persen, sementara negara lain hanya 38
persen (ICH). Salah satu gadget yang kini sudah menjadi bagian dari
masyarakat kita yakni komputer tablet. Dengan sifatnya yang portabel,
simpel, dan elegan, tablet menjadi tujuan perburuan masyarakat kita, dan
salah satunya untuk mendongkrak wibawa dirinya. Dalam rilis beberapa
media, disebutkan bahwa Indonesia merupakan pasar komputer tablet yang
akan terus berkembang, dan bahkan berpotensi menggerus posisi netbook di
pasar negeri ini yang selama ini jadi primadona.
Sebagian masyarakat kita masih memiliki kecenderungan untuk membeli dan menggunakan tablet sebagai penunjang penampilan dan gaya hidup, tidak berbasis fungsional. Karenanya, mereka tak secara penuh benar-benar membutuhkan dan mengunakan fitur-fitur dalam tablet. Bahkan, sebagian hanya untuk aktif di social media atau bahkan sekadar bermain game. Belum banyak yang benar-benar mengerti teknologi tablet. Artinya, kebutuhan masyarakat kita dalam membeli tablet masih dipengaruhi faktor gaya hidup dan untuk pencitraan. Inilah fenomena yang akrab dikenal dengan istilah bahwa pasar di Indonesia lebih berbasis trend follower, bukan trend setter.
0 komentar:
Posting Komentar