Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.
Polri mempunya moto : Rastra Sewakotama, yang artinya Abdi Utama bagi
Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia
yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum;
dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Sejak 13 Juli 2016 jabatan Kapolri dipegang oleh Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Sejarah
Sebelum kemerdekaan Indonesia
Masa kolonial Belanda
Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.[3]
Pada masa kolonial Belanda,
pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan
jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan
kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.[4]
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten
residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur general (jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga
diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada
dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hoofd agent (bintara), inspecteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.
Kepolisian modern Hindia Belanda
yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari
terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.[5]
Pada akhir tahun 1920-an atau permulaan tahun 1930 pendidikan dan jabatan hoofd agent, inspecteur, dan commisaris van politie dibuka untuk putra-putra pejabat Hindia Belanda dari kalangan pribumi.
Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.[3]
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang
pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tetapi selalu didampingi oleh
pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa
dari kepala polisi.
Awal kemerdekaan Indonesia
Periode 1945-1950
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan
Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan
Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan
selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara
Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan
patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang
dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.[6] Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945
dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).[7]
Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab
masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab
kepada Jaksa Agung.[8]
Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.[9] Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan
maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur
di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak
tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile
Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti
dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera
Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan
lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948
dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri
dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai
perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah
mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada
Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara
berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar
Said (tanggal 22 Desember 1948).[10]
Hasil Konferensi Meja Bundar
antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS),
maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS
dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI
berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan
Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah
perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal
administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI
pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap
Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara
bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan
tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral,
baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif,
organisatoris.
Periode 1950-1959
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan
diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala
Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab
kepada perdana menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor
digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di
Gedung Departemen Dalam Negeri.
Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo
3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan
Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai
sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana
Negara.
Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan
militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota
Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia
(P3RI) tidak ikut dalam Korpri,
sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk
organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak
ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi.
Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara
demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di
Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di
bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji
dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri
relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya
(mengacu standar PBB).
Masa Orde Lama
Dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda)
diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada
Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10
Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara
ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga
menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada
tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No.
1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi
Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai
ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri
dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan
keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian.
Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah
menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier
Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember
1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI
terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No.
21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya
disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan
dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No.
13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah
satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD,
Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan.
Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf
Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima
Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada
presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964
kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
- Alat Negara Penegak Hukum.
- Koordinator Polsus.
- Ikut serta dalam pertahanan.
- Pembinaan Kamtibmas.
- Kekaryaan.
- Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan
AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di
Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah
besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi
memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
Masa Orde Baru
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang
mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk
meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967
tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur
Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian
dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang
masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal
Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan
Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian
ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan
perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan
Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala
Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri.
Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.
Masa Reformasi
Sejak bergulirnya reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak
perubahan yang cukup besar, ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde
baru yang kemudian digantikan oleh pemerintahan reformasi di bawah
pimpinan presiden B.J Habibie di tengah maraknya berbagai tuntutan
masyarakat dalam penuntasan reformasi, muncul pada tuntutan agar Polri
dipisahkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga yang
profesional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan
hukum.
Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presiden yang
menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendiri sudah
banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat tersebut
kemudian direalisasikan oleh Presiden B.J Habibie melalui instruksi Presiden No.2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.
Upacara pemisahan Polri dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 april 1999
di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara
pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan Panji Tribata Polri dari
Kepala Staf Umum ABRI Letjen TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letjen TNI Fachrul Razi kemudian diberikan kepada Kapolri Jenderal Pol (Purn.) Roesmanhadi.
Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam.
Setahun kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI/2000 serta Ketetapan MPR
nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI, kemandirian Polri
berada di bawah Presiden secara langsung dan segera melakukan reformasi
birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan professional.[11] Pemisahan ini pun dikuatkan melalui amendemen Undang-Undang Dasar 1945
ke-2 yang dimana Polri bertanggungjawab dalam keamanan dan ketertiban
sedangkan TNI bertanggungjawab dalam bidang pertahanan. Pada tanggal 8
Januari 2002, diundangkanlah UU no. 2 tahun 2002 mengenai Kepolisian
Republik Indonesia oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Isi dari Undang Undang tersebut selain pemisahan tersebut, Kapolri
bertanggungjawab langsung pada Presiden dibanding sebelumnya di bawah
Panglima ABRI, pengangkatan Kapolri yang harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, dibentuknya Komisi Kepolisian Nasional
untuk membantu Presiden membuat kebijakan dan memilih Kapolri. Kemudian
Polri dilarang terlibat dalam politik praktis serta dihilangkan hak
pilih dan dipilih, harus tunduk dalam peradilan umum dari sebelumnya
melalui peradilan militer. Internal kepolisian sendiri pun memulai
reformasi internal dengan dilakukan demiliterisasi Kepolisian dengan
menghilangkan corak militer dari Polri, perubahan paradigma angkatan
perang menjadi institusi sipil penegak hukum profesional, penerapan
paradigma Hak Asasi Manusia, penarikan Fraksi ABRI (termasuk Polri) dari
DPR, perubahan doktrin, pelatihan dan tanda kepangkatan Polri yang
sebelumnya sama dengan TNI, dan lainnya. Reorganisasi Polri pasca
reformasi diatur dalam Perpres no. 52 tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Republik Indonesia.
Selain Kepolisian, pada masa Reformasi juga banyak dibentuk lembaga
baru yang bertugas untuk penegakan hukum dan pembuatan kebijakan
keamanan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (2002), Badan Narkotika Nasional (2009), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (2010), Badan Keamanan Laut
(2014). Perwira aktif Polri dapat menjabat dalam lembaga ini, baik
menjadi penyidik, pejabat struktural sampai pimpinan. Lembaga-lembaga
ini nantinya berkoordinasi dengan Polri sesuai tugas dan
tanggungjawabnya.
Selain dari paradigma dan organisasi, sampai saat ini polisi pun
berbenah perlahan-lahan mendisiplinkan dan meningkatkan integritas
anggotanya. Mengingat pada masa reformasi tidak sedikit anggota
Kepolisian yang terungkap ke publik melanggar kode etik profesi bahkan
terjerat hukum seperti korupsi, suap, rekening gendut, narkoba, dll.
Selain kasus hukum, saling serang antara anggota Polri dan TNI
dilapangan dan ketegangan antar lembaga penegak hukum masih mewarnai
perjalanan reformasi Kepolisan.
Tugas dan Wewenang
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
- memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
- menegakkan hukum; dan
- memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
- melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
- menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
- membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
- turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
- memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
- melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
- melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
- menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
- melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
- melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
- memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
- melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
- menerima laporan dan/atau pengaduan;
- membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
- mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
- mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
- mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
- melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
- melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
- mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
- mencari keterangan dan barang bukti;
- menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
- mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
- memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
- menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang :
- memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
- menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
- memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
- menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
- memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
- memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
- memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
- melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
- melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
- mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
- melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Organisasi
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai
ke kewilayahan. Organisasi Polri tingkat pusat disebut Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri tingkat kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) di tingkat provinsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) di tingkat kabupaten/kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor (Polsek) di wilayah kecamatan.
Mabes
Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polisi, Sejak 13 Juli 2016, Jenderal Badrodin Haiti diberhentikan dengan hormat dan digantikan oleh Jenderal Pol Tito Karnavian. Kapolri dibantu oleh seorang Wakil Kepala Polri berpangkat Komisaris Jenderal Polisi. Wakapolri saat ini dijabat oleh Komjen Pol Syafruddin
Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan
Unsur Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan terdiri dari:
- Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri. Saat ini dipimpin oleh Komjen Pol Putut Eko Bayu Seno.
- Asisten Kapolri Bidang Operasi (As Ops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya. Asops saat ini dipegang oleh Irjen Pol Mochamad Iriawan.
- Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Irjen Pol Bambang Sunarwibowo
- Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Irjen Pol Arief Sulistyanto.
- Asisten Kapolri Sarana dan Prasarana (Assarpras), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi sarana dan prasarana dalam lingkungan Polri. Assarpras dijabat oleh Irjen Pol Asep Suhendar.
- Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal. Kadiv Propam saat ini ialah Irjen Pol Martuani Sormin.
- Divisi Hukum (Div Kum), dengan pimpinan Irjen Pol Raja Erizman.
- Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas), dengan pimpinan Irjen Pol Setyo Wasisto.
- Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter), adalah unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional yang ada di bawah Kapolri. Bagian ini membawahi National Crime Bureau Interpol (NCB Interpol), untuk menangani kejahatan internasional. Dengan pimpinan Irjen Pol Saiful Maltha.
- Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Kepolisian (Div TIK Pol), adalah unsur pembantu pimpinan di bidang informatika yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi elektronika. Dipimpin oleh Irjen Pol Prasta Wahyu Hidayat.
- Staf Pribadi Pimpinan (Spripim)
- Sekretariat Umum (Kasetum). Dipimpin oleh Kombes Pol Ratnawati Hadiwidjaja.
- Pelayanan Markas (Kayanma). Dipimpin oleh Kombes Pol Budi Widjanarko.
- Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
Unsur Pelaksana Tugas Pokok
Unsur Pelaksana Tugas Pokok terdiri dari:
- Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaintelkam Komjen Pol Lutfi Lubihanto.
- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal (Komjen). Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto
- Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaharkam saat ini dijabat oleh Komjen Pol Moechgiyarto.
- Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen). Dipimpin oleh Irjen Pol Murad Ismail.
- Korps Lalu Lintas (Korlantas), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi, dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, serta mengadakan patroli jalan raya. Dipimpin oleh Irjen Pol Royke Lumowa.
- Biro Operasi Polri, bertugas untuk mengirimkan pasukan Brimob, Sabhara, Samapta, Satlantas, (Jihandak/Penjinak Bahan Peledak, bila diperlukan) serta sebuah tim intelijen jika ada demonstrasi, sidang pengadilan, pertemuan tingkat tinggi, perayaan hari besar oleh kelompok masyarakat, atau peresmian oleh kepala pemerintahan, kepala negara, ketua MPR, atau ketua DPR dengan mengirimkan surat tugas kepada Biro Operasi Polda setempat, Biro Operasi Polres setempat, dan Polsek setempat.
- Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88 AT), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme. Dipimpin oleh Irjen Pol Muhamad Syafii.
Unsur Pendukung
Unsur Pendukung, terdiri dari:
- Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lemdiklat Polri), bertugas merencanakan, mengembangkan, dan
menyelenggarakan fungsi pendidikan pembentukan dan pengembangan
berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi pendidikan profesi,
manajerial, akademis, dan vokasi. Kalemdiklat Polri saat ini adalah
Komjen Pol Unggung Cahyono. Lemdiklat Polri membawahi:
- Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri. Terdiri dari Sespinma (dahulu Selapa), Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti (dahulu Sespati).
- Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri. Gubernur Akpol dipegang oleh Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel.
- Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian. Ketua STIK dipegang oleh Irjen Pol Remigius Sigid Tri Hardjanto.
- Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Calon Perwira Polri bagi Bintara Polri. Kepala Setukpa dipegang oleh Brigjen Pol Sri Handayani.
- Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Calon Perwira Polri bagi para lulusan sarjana.
- Pusat Pendidikan (Pusdik)/Sekolah terdiri dari:
- Pendidikan dan Latihan Khusus Kejahatan dan Kekerasaan (Diklatsus Jatanras)
- Pusdik Intelijen (Pusdikintel)
- Pusdik Reserse Kriminal (Pusdikreskrim)
- Pusdik Lalulintas (Pusdiklantas)
- Pusdik Tugas Umum (Pusdikgasum)
- Pusdik Brigade Mobil (Pusdikbrimob)
- Pusdik Kepolisian Perairan (Pusdikpolair)
- Pusdik Administrasi (Pusdikmin)
- Sekolah Bahasa (Sebasa)
- Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan)
- Pusdik Bina Masyarakat (Pusdikbinmas)
- Pusat Logistik dan Perbekalan Polri dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh Brigjen Pol Farley Helfrich Arthur Tampi, termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri (Rumkit Puspol) yang dipimpin oleh Brigjen Pol Didi Agus Mintadi.
- Pusat Keuangan (Puskeu Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigjen Pol Bambang Giri.
- Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang Polri) yang dipimpin oleh Brigjen Pol Sintersins Mamadoa.
- Pusat Sejarah (Pusjarah Polri) yang dipimpin oleh Brigjen Pol Istu Hari Winarto.
Polda
- Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
- Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort
(Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B. Polda
Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen).
- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
- Polres,
membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota -
kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar, dan untuk tipe
urban dinamai Kepolisian Resor Kota. Polres memiliki satuan tugas
kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (Kombes) (untuk Polrestabes dan Polresta) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (untuk Polres)
- Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
- Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) (tipe rural). Di sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Polisi Dua (Ipda).
- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki
sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi,
yaitu:
- Direktorat Reserse Kriminal
- Subdit Kriminal Umum
- Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
- Subdit Remaja Anak dan Wanita
- Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
- Direktorat Reserse Kriminal Khusus
- Subdit Tindak Pidana Korupsi
- Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
- Subdit Cyber Crime
- Direktorat Reserse Narkoba
- Subdit Narkotika
- Subdit Psikotropika
- Direktorat Intelijen dan Keamanan
- Direktorat Lalu Lintas
- Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
- Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
- Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
- Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
- Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
- Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
- Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)
- Direktorat Sabhara
- Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)
- Direktorat Polisi Air (Polair)
- Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
- Biro Operasi
- Biro SDM
- Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)
- Bidang Keuangan
- Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
- Bidang Hukum
- Bidang Hubungan Masyarakat
- Bidang Kedokteran Kesehatan
Struktur wilayah
Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia pada dasarnya
didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi pemerintahan sipil.
Komando pusat berada di Markas Besar Polri (Mabes) di Jakarta. Pada
umumnya, struktur komando Polri dari pusat ke daerah adalah:
- Pusat
- Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)
- Wilayah Provinsi
- Kepolisian Daerah (Polda)
- Wilayah Kabupaten dan Kota Kepolisian Resort
- Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes)
- Kepolisian Resort Kota (Polresta)
- Kepolisian Resort Kabupaten (Polres)
- Tingkat kecamatan Kepolisian sektor
- Kepolisian Sektor Kota (Polsekta)
- Kepolisian Sektor (Polsek)
Wilayah hukum dari Kepolisian Wilayah (Polwil) adalah kawasan yang
pada masa kolonial merupakan Karesidenan. Karena wilayah seperti ini
umumnya hanya ada di Pulau Jawa, maka di luar Jawa tidak dikenal adanya
satuan berupa Polwil kecuali untuk wilayah perkotaan seperti ibukota
provinsi seperti misalnya Polwiltabes Makassar di Sulawesi Selatan.
Mulai awal tahun 2010 seluruh Kepolisian Wilayah (Polwil) di Pulau Jawa sudah dihapus.[12][13]
Di beberapa daerah terpencil, ada pula pos-pos polisi yang merupakan
perpanjangan tangan dari Kepolisian Sektor, yang dinamakan Kepolisian
Sub-sektor.
Polri kini dan Masa Depan
Dalam negeri, Kepolisian Republik Indonesia juga menghadapi banyak
tantangan yang semakin kompleks seperti pemberantasan narkoba, korupsi
dan pencucian uang, terorisme, cybercrime, perdagangan orang,
kelompok-kelompok radikal dan intoleran. Kejahatan-kejahatan tersebut
sudah bersifat transnasional dan memiliki jaringan global.
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern
dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam
negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan
ketertiban regional maupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh
kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk
Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya
di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).
Referensi
- ^ "Ini 10 Kementerian dengan Anggaran Tertinggi dalam APBN 2016"
- ^ Yudho Winarto (25 July 2012). "Jumlah personel Polri akan ditambah besar-besaran". kontan.co.id. Diakses tanggal 8 November 2012.
- ^ a b Buku pintar calon anggota dan anggota Polri. p. 5.
- ^ Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari kepedulian dan ketakutan. p. 27.
- ^ Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari kepedulian dan ketakutan. p. 65.
- ^ "sejarah Polri". polri.go.id. Diakses tanggal 5 Novermber 2012.
- ^ Sejarah Nasional Indonesia VI. p. 182.
- ^ Djamin, Awaloedin (2007). Sejarah perkembangan kepolisian di Indonesia. p. 122.
- ^ "Penetapan Pemerintah tahun 1946". ngada.org. Diakses tanggal 5 November 2012.
- ^ "Ad Perpetuam Rei Memoriam". harianhaluan.com.
- ^ "Sekilas tentang Pemisahan Polri dan TNI"
- ^ "Lima Polwil Dan Polwiltabes Semarang Akan Dilikuidasi". Antara News.com. 13 February 2012. Diakses tanggal 22 November 2012.
- ^ Amril Amarullah (4 February 2012). "Polwiltabes Surabaya Diubah Jadi Polrestabes". news.viva.co.id. Diakses tanggal 22 November 2012.
0 komentar:
Posting Komentar